PALI – Pembangunan gedung RSUD Talang Ubi dengan nilai kontrak Rp32 miliar oleh PT Adipati Raden Sinum kembali menuai kritik. Sorotan publik kian tajam setelah muncul dugaan penggunaan fasilitas rumah sakit oleh pihak kontraktor, sementara respons dari Dinas PU baru muncul usai ramai diberitakan.
Hasil pantauan media, sejumlah fasilitas rumah sakit terlihat dimanfaatkan pekerja proyek. Tempat tidur pasien dipakai untuk mengangkut material, bahkan air bersih milik RSUD digunakan untuk kebutuhan sehari-hari pekerja, termasuk mandi. Ironisnya, di saat yang sama pihak rumah sakit sendiri harus membeli air karena pasokan terbatas.
Rian Dinata selaku PPTK kegiatan mengatakan akan memberikan teguran kepada kontraktor agar tidak lagi menggunakan sarana rumah sakit.
“Kontraktor akan diperingatkan terkait pemakaian properti RS. Untuk air, kami arahkan agar mereka menyediakan sendiri,” ujarnya.
Namun, sikap yang baru muncul setelah isu ini terekspos ke publik justru menimbulkan tanda tanya. Mengapa pengawasan tidak dilakukan sejak awal? Apakah hal ini bentuk kelalaian, atau ada unsur pembiaran mengingat proyek tersebut disebut-sebut sebagai proyek titipan?
Kondisi ini semakin memperkuat kesan bahwa pengawasan yang dilakukan Dinas PU hanya sebatas formalitas, tanpa langkah tegas yang nyata. Dengan anggaran mencapai Rp32 miliar, publik menilai kontraktor seharusnya tidak perlu memanfaatkan fasilitas rumah sakit yang notabene diperuntukkan bagi pasien.
Tindakan kontraktor dinilai mencerminkan mentalitas enggan mengeluarkan biaya tambahan demi kelancaran pekerjaan. Bukan hanya merugikan RSUD Talang Ubi, tetapi juga menambah beban di tengah keterbatasan pelayanan rumah sakit.
Kini masyarakat menunggu langkah konkret dari Dinas PU. Apakah persoalan ini akan berhenti sebatas teguran administratif, atau benar-benar ditindaklanjuti dengan pengawasan ketat dan sanksi nyata agar proyek berjalan tanpa mengorbankan kepen
tingan pasien?