PALI – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi cahaya harapan bagi para siswa di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), kini justru berubah menjadi mimpi buruk yang menorehkan luka mendalam. Alih-alih memberi manfaat, program ini malah memicu tragedi keracunan massal yang melibatkan ratusan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan.
Tragedi ini terjadi pada Senin (5/5/2025), ketika 173 siswa dari sejumlah sekolah di PALI lesu setelah menyantap menu makanan berupa nasi, sayur, dan ikan tongkol. Gejala mual, muntah, pusing, hingga diare menyerang tanpa ampun. Tangisan dan kepanikan pecah di ruang-ruang kelas hingga lorong-lorong rumah sakit, sementara beberapa siswa harus berjuang melawan rasa sakit di ruang perawatan intensif.
Insiden memilukan ini memantik amarah berbagai pihak. Aliansi Mahasiswa Peduli Sumatera Selatan (AMPS) dengan tegas menyebut kasus ini sebagai bentuk kelalaian fatal yang membahayakan nyawa anak-anak bangsa.
“Kami sangat mengecam keras tragedi ini. Ratusan siswa dari PAUD hingga SMA menjadi korban, bukan hanya fisik mereka yang terluka, tetapi juga jiwa mereka dan keluarga mereka yang kini dihantui trauma. Ini adalah aib besar bagi Sumatera Selatan,” seru AMPS dalam pernyataannya.
Lebih jauh, AMPS menyuarakan kekecewaan mendalam atas lambannya respons dari pihak Pemerintah Kabupaten PALI dan kepolisian setempat. Mereka menilai belum ada langkah nyata yang diambil untuk menuntaskan kasus yang telah mengguncang hati masyarakat ini.
“Hingga detik ini, kami belum melihat tindakan tegas dari aparat maupun pemerintah daerah. Oleh karena itu, kami mendesak Polda Sumatera Selatan untuk segera turun tangan dan mengambil alih penyelidikan. Ini bukan sekadar kasus biasa; ini soal nyawa anak-anak yang harus dilindungi dengan sepenuh hati,” ujar perwakilan AMPS.
Aliansi juga menuntut agar vendor penyedia makanan yang terbukti lalai segera dicabut izinnya dan diadili sesuai hukum. Mereka menekankan bahwa audit menyeluruh terhadap rantai distribusi makanan sangat mendesak untuk memastikan tragedi serupa tak lagi terjadi.
Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya tak kuasa menyembunyikan kekhawatirannya. “Kami serahkan anak-anak kami untuk dididik dan dijaga di sekolah, bukan untuk disuguhi bencana. Hati kami hancur melihat mereka terkapar. Pemerintah harus bertanggung jawab penuh atas tragedi ini,” ucapnya dengan suara bergetar.
Koordinator AMPS, Indra Kesuma, menegaskan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan aksi demonstrasi besar-besaran di Mapolda Sumsel sebagai bentuk desakan nyata agar kasus ini segera ditangani secara serius.
“Kami tidak akan tinggal diam. Ini soal masa depan generasi muda kita. Jika pemerintah daerah lalai, maka kami akan mengawal kasus ini sampai ke tingkat tertinggi. Kami akan turun ke jalan, kami akan bersuara sampai keadilan ditegakkan,” tegas Indra dengan nada penuh determinasi.
Tragedi ini telah mengoyak rasa aman masyarakat. Program yang seharusnya menjadi pelindung kesehatan justru berubah menjadi ancaman. Publik kini menanti langkah cepat dan tegas dari Polda Sumsel untuk menuntaskan kasus ini dan memulihkan kepercayaan yang nyaris runtuh.